(Alih) Fungsi Trotoar

TROTOAR di Kota Tapis Berseri kian kumuh. Saat pagi, pejalan kaki harus rela menapak ke aspal karena pedagang kaki lima menjajakan aneka barang dagangan seperti nasi uduk, lontong sayur, dan bubur ayam.
Ketika siang, penjual petis, buah, dan es menjadi penguasa berikutnya. Saat malam giliran pedagang sekuteng, pecel lele, martabak, hingga jagung bakar, yang menjajah hak pejalan kaki. Sekilas, hal itu tidak terlalu menjadi masalah, terutama bagi masyarakat yang kebanyakan mobilitasnya menggunakan kuda besi. Namun, bagi sejumlah kalangan seperti pelajar dan mahasiswa yang kerap berjalan di atas trotoar, jelas tak nyaman dengan kondisi tersebut.
Bukan hanya mengganggu kenyamanan, ulah pedagang tersebut juga mengancam keamanan dan keselamatan pejalan kaki. Belum lagi soal rusaknya pemandangan akibat pedagang liar yang tidak tertata. Semrawutnya trotoar memang biasa terjadi di kota-kota besar, termasuk di Bandar Lampung.
Tingginya tuntutan ekonomi, membuat sejumlah kalangan abai pada hak pejalan kaki. Pedagang yang mangkal dengan gerobak dan tendanya di atas trotoar, menganggap biasa pejalan yang terpaksa mengaspal akibat ulahnya. Sangat disayangkan.
Lalu bagaimana negara menjamin hak pejalan kaki? Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 74 Ayat (2) disebutkan ancaman pidana bagi setiap orang yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp24 juta.
Kemudian, pada Pasal 274 Ayat (1) disebutkan bagi orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp250 ribu.
UU tersebut menyatakan bahwa penyalahgunaan fungsi trotoar dan jalan jelas melanggar hukum. Aturan tanpa pengawasan dan penerapan sanksi hanya menghasilkan kesia-siaan. Pemerintah harus peduli dan tegas soal ini. Jangan sampai para pedagang kaki lima bisa seenaknya memakai trotoar demi kepentingan pribadi. Citra pedagang kaki lima sebagai penguasa trotoar hanya bisa ditepis melalui aksi nyata pemerintah.
Memang benar, para pedagang kaki lima bekerja mencari penghasilan untuk menafkahi keluarga. Tetapi, hendaknya perlu dikaji kembali cara mencari nafkah agar tidak merugikan apalagi mengancam keselamatan para pejalan kaki. Pemerintah perlu memberikan solusi agar kepentingan pedagang kaki lima dan pejalan kaki sama-sama bisa terakomodasi.http://www.lampost.co/mobile/berita-alih-fungsi-trotoar#
Pedagang merajai trotoar. (Okezone)


Comments

Popular Posts